Jumat, 17 Agustus 2012

Semarang



Aku selalu bersemangat ketika aku mendengarkan kata “semarang” dan dalam pikiranku langsung terbayang akan kehidupan di kota itu. Aku memang bukanlah orang asli Semarang, namun aku merasa dekat dengan kota itu. Apa alasannya, itu yang menjadi pertanyaan dalam hatiku. Kata orang, ada yang namanya reinkarnasi. Reinkarnasi itu kurang lebih berarti kembalinya jiwa seseorang di masa lalu ke masa kini, tentunya dengan raga yang berbeda. Karena reinkarnasi inilah ada yang namanya de javu, suatu keadaan di mana jiwa seseorang seperti sudah mengalami/mengenal di mana ia berada atau dalam suasana yang sama. Mungkin itu juga yang terjadi padaku. Jangan-jangan aku ini adalah hasil reinkarnasi jiwa yang dulu pernah tinggal di kota Semarang. Hahaha.

Aku pertama kali mengenal kota Semarang ketika aku masih kelas 0 di Seminari Mertoyudan. Waktu itu ada misa akbar pelajar se-Keuskupan Agung Semarang di GOR Jatidiri, Semarang. Sejak pertama kali berkunjung ke Semarang inilah, dalam hatiku timbul semacam suara yang berkata  suatu saat aku akan kembali ke kota ini. Aku merasa sudah tak asing dengan suasana yang ada waktu itu. Rasanya aku pernah ada di sana meski itu baru pertama kali aku mengenalnya. Ketika akhirnya misa itu selesai dan aku harus kembali ke Seminari, secuil hatiku seperti sudah tertinggal di sana. Kelas 1 Seminari Mertoyudan, aku mendapat kesempatan untuk home stay di kota Semarang, tepatnya di daerah Tanah Mas. Lagi-lagi Semarang. Aku tinggal di sebuah keluarga Katolik, selama 5 hari 4 malam. Suasana yang ada pun seperti sudah aku kenal. Dan aku merasa nyaman tinggal di kota itu. Walaupun hawanya panas dan gersang, entah kenapa aku tetap merasa nyaman. Apa memang Tuhan menghendaki suatu saat nanti aku tinggal di kota ini?? Ah aku tak tahu pasti. Yang jelas, aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan kota Semarang. Kenaikan ke kelas 2, aku tergabung dalam orkestra Seminari mendapat undangan untuk tampil bersama IBA dan orkestra SMM (sekolah menengah musik) Bantul di Hotel Horison Semarang. Tuh kan Semarang lagi, Semarang lagi. Mungkin sudah takdirku kali untuk dekat dengan kota ini. Sebelum konser itu dimulai, aku dan rombongan menginap di paroki Kebondalem, Semarang. Daerahnya di pinggiran kali, entah kali apa namanya aku tidak tahu karena aku juga tak sempat kenalan. Hohoho. Ketika malam, aku dan beberapa temanku jalan-jalan di sekitar daerah situ. Suasananya begitu akrab untukku. Keramaiannya, jalanannya,orang-orangnya, pokoknya apapun yang ada di situ seolah-olah aku telah mengenalnya. Nyaman aja ketika aku baru pertama berkunjung ke suatu daerah dan sudah merasa sudah bertahun-tahun aku tinggal di daerah itu. Ketika akhirnya aku tampil konser di Hotel Horison pun suasananya tak jauh berbeda. Aku berada di atap hotel itu dan dari situ aku bisa melihat pemandangan kota Semarang di malam hari, benar-benar menentramkan seperti aku pulang ke rumahku sendiri. Lanjut saat aku kelas 3 di Seminari Mertoyudan. Persiapan kelulusan akhir, waktu itu angkatanku mengadakan penggalangan dana untuk membiayai acara Hari Orang Tua Medan Utama. Salah satu agendanya adalah mengisi paduan suara lengkap dengan orkestra serta menjual merchandise di paroki Tanah Mas. Wuih. Lagi-lagi Semarang. Ketika akhirnya aku dan angkatanku ke sana pun, aku seperti sudah biasa dengan kotanya, suasananya, udaranya, hawanya, kebisingannya,panasnya, dan segala yang ada di kota Semarang. Dan sejak dari itulah, rasa kedekatanku dengan Semarang semakin kuat.

Ketika tiba saatnya aku harus meninggalkan Seminari karena sudah lulus, aku pun semakin punya banyak kesempatan untuk mengunjungi Semarang. Kenapa?karena aku sempat dekat dengan seorang cewek yang tinggalnya di Semarang. Beberapa kali aku menempuh jarak Jogja-Semarang sekitar 110 km dengan sepeda motor bututku hanya untuk sekedar menemuinya. Kerapkali aku harus berhadapan dengan kendaraan-kendaraan besar, semacam bus gedhe2, truk kontainer, dan segala macam kendaraan. Pernah suatu kali aku nekat malam-malam ke Semarang hanya untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun dan memberikan sebuah kado untuk tambatan hatiku itu. Waktu itu aku berangkat jam 7 malam dan sampai Semarang jam 11 malam dan aku belum punya SIM. Gilaaak. Benar-benar nekat, seperti kata pepatah Latin, amor vincit omnia alias cinta mengalahkan segalanya, logika sepertinya sudah mati..hahahaha. Bagiku itu adalah sebuah pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan. Benar-benar member kesan yang amat mendalam. Sampai saat ini pun kadang aku bertanya-tanya, kok dulu bisa melakukan tindakan semacam itu ya??waaaow..hahaha. Meskipun sekarang aku tak dekat lagi dengan seseorang itu, aku tetap merasa dekat dengan kota Semarang. Aku memang tinggal di Jogja dengan segala keramahannya, namun bagiku tiada kota yang begitu mempesona selain Semarang. Betapapun  kota Jogja berhati nyaman, aku tetap merasa kota Semaranglah yang paling nyaman untukku, mungkin karena sudah terlanjur jatuh cinta kali ya. Seburuk apapun kota Semarang, bagiku itu bukanlah menjadi masalah karena memang hatiku sudah ada untuknya apapun situasinya. Kalopun aku menyebut aku adalah hasil reinkarnasi jiwa seseorang yang pernah tinggal di Semarang ini, itu bukanlah kesalahan, karena mungkin itu ada benarnya juga. Tetapi  aku lebih menekankan pada soal hati dan rasa yang aku miliki untuk kedekatanku dengan kota Semarang ini. Dan aku memiliki sebuah katakanlah mimpi atau cita-cita, aku ingin tinggal di kota Semarang suatu saat nanti. Sekarang aku ingin menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu. Baru setelah lulus nanti aku sudah punya angan-angan untuk merantau ke kota Semarang demi mengungkapkan kerinduanku untuk selalu dekat dengan kita Semarang. Dan jika memang Tuhan memberiku kesempatan untuk lebih dekat dengan Semarang, Ia pasti akan memberikan jalan dan aku percaya itu. Yang bisa aku lakukan adalah memohon supaya mimpiku itu dikabulkan. Amin.

Jogja, 17 Agustus 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar