Aku selalu
bersemangat ketika aku mendengarkan kata “semarang” dan dalam pikiranku
langsung terbayang akan kehidupan di kota itu. Aku memang bukanlah orang asli
Semarang, namun aku merasa dekat dengan kota itu. Apa alasannya, itu yang
menjadi pertanyaan dalam hatiku. Kata orang, ada yang namanya reinkarnasi. Reinkarnasi
itu kurang lebih berarti kembalinya jiwa seseorang di masa lalu ke masa kini,
tentunya dengan raga yang berbeda. Karena reinkarnasi inilah ada yang namanya
de javu, suatu keadaan di mana jiwa seseorang seperti sudah mengalami/mengenal
di mana ia berada atau dalam suasana yang sama. Mungkin itu juga yang terjadi
padaku. Jangan-jangan aku ini adalah hasil reinkarnasi jiwa yang dulu pernah
tinggal di kota Semarang. Hahaha.
Aku pertama
kali mengenal kota Semarang ketika aku masih kelas 0 di Seminari Mertoyudan. Waktu
itu ada misa akbar pelajar se-Keuskupan Agung Semarang di GOR Jatidiri,
Semarang. Sejak pertama kali berkunjung ke Semarang inilah, dalam hatiku timbul
semacam suara yang berkata suatu saat
aku akan kembali ke kota ini. Aku merasa sudah tak asing dengan suasana yang
ada waktu itu. Rasanya aku pernah ada di sana meski itu baru pertama kali aku
mengenalnya. Ketika akhirnya misa itu selesai dan aku harus kembali ke
Seminari, secuil hatiku seperti sudah tertinggal di sana. Kelas 1 Seminari
Mertoyudan, aku mendapat kesempatan untuk home stay di kota Semarang, tepatnya
di daerah Tanah Mas. Lagi-lagi Semarang. Aku tinggal di sebuah keluarga
Katolik, selama 5 hari 4 malam. Suasana yang ada pun seperti sudah aku kenal. Dan
aku merasa nyaman tinggal di kota itu. Walaupun hawanya panas dan gersang,
entah kenapa aku tetap merasa nyaman. Apa memang Tuhan menghendaki suatu saat
nanti aku tinggal di kota ini?? Ah aku tak tahu pasti. Yang jelas, aku sudah
terlanjur jatuh cinta dengan kota Semarang. Kenaikan ke kelas 2, aku tergabung
dalam orkestra Seminari mendapat undangan untuk tampil bersama IBA dan orkestra
SMM (sekolah menengah musik) Bantul di Hotel Horison Semarang. Tuh kan Semarang
lagi, Semarang lagi. Mungkin sudah takdirku kali untuk dekat dengan kota ini. Sebelum
konser itu dimulai, aku dan rombongan menginap di paroki Kebondalem, Semarang. Daerahnya
di pinggiran kali, entah kali apa namanya aku tidak tahu karena aku juga tak
sempat kenalan. Hohoho. Ketika malam, aku dan beberapa temanku jalan-jalan di
sekitar daerah situ. Suasananya begitu akrab untukku. Keramaiannya,
jalanannya,orang-orangnya, pokoknya apapun yang ada di situ seolah-olah aku
telah mengenalnya. Nyaman aja ketika aku baru pertama berkunjung ke suatu
daerah dan sudah merasa sudah bertahun-tahun aku tinggal di daerah itu. Ketika akhirnya
aku tampil konser di Hotel Horison pun suasananya tak jauh berbeda. Aku berada
di atap hotel itu dan dari situ aku bisa melihat pemandangan kota Semarang di
malam hari, benar-benar menentramkan seperti aku pulang ke rumahku sendiri. Lanjut
saat aku kelas 3 di Seminari Mertoyudan. Persiapan kelulusan akhir, waktu itu
angkatanku mengadakan penggalangan dana untuk membiayai acara Hari Orang Tua
Medan Utama. Salah satu agendanya adalah mengisi paduan suara lengkap dengan
orkestra serta menjual merchandise di paroki Tanah Mas. Wuih. Lagi-lagi
Semarang. Ketika akhirnya aku dan angkatanku ke sana pun, aku seperti sudah
biasa dengan kotanya, suasananya, udaranya, hawanya, kebisingannya,panasnya,
dan segala yang ada di kota Semarang. Dan sejak dari itulah, rasa kedekatanku
dengan Semarang semakin kuat.
Ketika tiba
saatnya aku harus meninggalkan Seminari karena sudah lulus, aku pun semakin
punya banyak kesempatan untuk mengunjungi Semarang. Kenapa?karena aku sempat
dekat dengan seorang cewek yang tinggalnya di Semarang. Beberapa kali aku
menempuh jarak Jogja-Semarang sekitar 110 km dengan sepeda motor bututku hanya
untuk sekedar menemuinya. Kerapkali aku harus berhadapan dengan
kendaraan-kendaraan besar, semacam bus gedhe2, truk kontainer, dan segala macam
kendaraan. Pernah suatu kali aku nekat malam-malam ke Semarang hanya untuk
memberikan ucapan selamat ulang tahun dan memberikan sebuah kado untuk tambatan
hatiku itu. Waktu itu aku berangkat jam 7 malam dan sampai Semarang jam 11
malam dan aku belum punya SIM. Gilaaak. Benar-benar nekat, seperti kata pepatah
Latin, amor vincit omnia alias cinta mengalahkan segalanya, logika sepertinya
sudah mati..hahahaha. Bagiku itu adalah sebuah pengalaman yang tak akan pernah
aku lupakan. Benar-benar member kesan yang amat mendalam. Sampai saat ini pun
kadang aku bertanya-tanya, kok dulu bisa melakukan tindakan semacam itu
ya??waaaow..hahaha. Meskipun sekarang aku tak dekat lagi dengan seseorang itu,
aku tetap merasa dekat dengan kota Semarang. Aku memang tinggal di Jogja dengan
segala keramahannya, namun bagiku tiada kota yang begitu mempesona selain
Semarang. Betapapun kota Jogja berhati
nyaman, aku tetap merasa kota Semaranglah yang paling nyaman untukku, mungkin
karena sudah terlanjur jatuh cinta kali ya. Seburuk apapun kota Semarang,
bagiku itu bukanlah menjadi masalah karena memang hatiku sudah ada untuknya
apapun situasinya. Kalopun aku menyebut aku adalah hasil reinkarnasi jiwa
seseorang yang pernah tinggal di Semarang ini, itu bukanlah kesalahan, karena
mungkin itu ada benarnya juga. Tetapi aku lebih menekankan pada soal hati dan rasa
yang aku miliki untuk kedekatanku dengan kota Semarang ini. Dan aku memiliki
sebuah katakanlah mimpi atau cita-cita, aku ingin tinggal di kota Semarang
suatu saat nanti. Sekarang aku ingin menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu. Baru
setelah lulus nanti aku sudah punya angan-angan untuk merantau ke kota Semarang
demi mengungkapkan kerinduanku untuk selalu dekat dengan kita Semarang. Dan jika
memang Tuhan memberiku kesempatan untuk lebih dekat dengan Semarang, Ia pasti
akan memberikan jalan dan aku percaya itu. Yang bisa aku lakukan adalah memohon
supaya mimpiku itu dikabulkan. Amin.
Jogja, 17
Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar