Siang ini, aku menata ulang isi lemari pakaianku. Lemari pakaian
yang ada di kamarku berukuran kecil, mungkin tingginya sekitar 1 meter dengan 3
trap atau bagian, lebarnya pun tak kurang dari setengah meter. Bisa dibayangkan
betapa kecilnya itu dan pakaianku pun tak terlalu banyak. Intermezzo:
Ngomong-ngomong soal pakaian, aku termasuk orang yang jarang sekali membeli
pakaian, termasuk celana, entah itu celana jeans, pendek dan panjang. Sepanjang
hidupku sampai saat ini, pakaian yang aku beli bisa dihitung dengan jari.
Pakaian yang aku miliki lebih banyak ada karena pemberian orang lain, entah itu
kakakku, sodara sepupuku, atau sumbangan dulu ketika bencana gempa melanda
Jogja. Dan kadang ada beberapa pakaian pemberian yang kurang aku suka, entah
karena motifnya, warna, ukurannya, dan juga bentuknya. Aku pun mengkreasi
ulang pakaian yang kurang menarik itu,
yaitu dengan membawanya ke tukang permak pakaian untuk sekedar mengecilkan
ukuran, menambah aksesori tertentu atau menghilangkan bagian-bagian tertentu
dari pakaian itu. Dan jadilah pakaian yang lebih nyaman aku pakai. Aku tak
terlalu peduli bahwa pakaian itu harus mengikuti mode yang sedang berkembang,
bagiku pakaian itu melambangkan siapa aku yang artinya ketika nyaman dengan apa
yang aku kenakan itu sudah lebih dari cukup. Maka tak jarang, ada beberapa
pakaianku yang sampai lusuh, jahitannya sudah mbrodoli, warna sudah amat pudar masih aku pakai. Entah apa kata
orang melihat pakaianku itu, aku tak terlalu menghiraukan toh aku merasa nyaman
dengan apa yang aku pakai. Orang lain mau komentar ini itu, itu urusan dia,
ngapain juga aku tanggapi, hidup terlalu berharga untuk menanggapi urusan yang
gak penting seperti itu, haha. Entah juga aku dianggap orang kuno, tak
mengikuti jaman hanya gara-gara pakaian dan celanayang aku kenakan hanya
itu-itu saja itu tak menjadi soal bagiku. Aku pede aja dengan apa yang aku
pakai. Ngapain harus malu untuk menerima diri sendiri dan menjadi diri sendiri?
Kalo hanya karena pakaian yang gak up to date lalu harus menyusahkan orang lain
untuk membelinya, itu sama saja menambah penderitaan ke orang lain. Kalo memang
punya kemampuan untuk selalu tampil yang up to date, lha itu aku tak akan
mempersalahkan, tapi kalo hanya pengen ikut-ikutan tanpa menyadari kondisi yang
dialami, bahwa ada yang lebih penting dari ngurusi pakaian, waaa itu sudah
tidak benar. Tapi ya terserah mereka, toh itu juga hidup mereka, haha. Bagiku
sendiri, aku tak pernah mempersoalkan pakaian seperti apa yang harus aku pakai,
apa yang ada padaku sudah cukup karena aku menyadari itu juga adalah salah satu
berkat Tuhan yang selalu mencukupkan aku dengan pemberianNya lewat orang-orang
di sekitarku.
Kembali ke topik awal, soal lemari. Aku keluarkan semua isi lemari
itu. Beberapa pakaian dan juga celana. Aku bersihkan lemari itu dan aku tata
lagi pakaian dan sebangsanya. Ada beberapa pakaian yang belum sempat aku lipat,
pun ada juga yang belum sempat aku setrika. Dan ketika semua pakaian beres, aku
masukkan lagi (jan koyo wong ra duwe
gawean tenan). Sekarang lemariku tampak lebih rapi dan terlihat indah
dilihat. Dan tiba-tiba saja, aku jadi mendapat wangsit, halah… Aku melihat hati
seorang manusia itu seperti sebuah lemari itu. Maksudnya adalah ada begitu
banyak permasalahan yang berdiam dalam hati manusia, entah itu urusan relasi
dengan orang lain, urusan kerja, dan urusan yang lainnya. Kadang masalah-masalah
itu tak berada di tempat dengan porsi yang tepat. Ada juga urusan yang sebenarnya
tidak penting tapi malah mendapat perhatian yang begitu banyak sehingga
mengganggu jalannya aktivitas kehidupan. Atau malah ada persoalan yang
sebenarnya sangat penting tapi tak mendapat perhatian. Itu semua bisa terjadi
bila “lemari” hati kita tidak kita tata dengan baik, hanya asal-asalan. Aku pun
kadang juga demikian, yang penting asal jalan tanpa memperhatikan mana yang
lebih baik aku dahulukan. Ketika akhirnya hati kita bisa lebih tertata layaknya
sebuah lemari yang isinya tertata dengan rapi, kita pun tak akan kebingunan
jika harus menghadapi permasalahan karena sudah tau takaran kemampuan diri
kita. Hati yang tidak tidak tertata dengan baik, akan menjadi batu sandungan
bagi kita dalam menghadapi sebuah masalah ataupun situasi di mana kita dituntut
berperan lebih banyak, padahal kita tidak tahu kapan saatnya itu akan terjadi.
Maka dari itu, penting untuk menata hati dengan segala kondisi dan isinya
supaya hidup ini pun menjadi sebuah perjalanan yang mengasikkan dan bukan penuh
penyesalan. Memang hati yang kita tata tidak serta merta akan memberi dampak
yang langsung terasa untuk hidup kita, namun dengan hati yang tertata dengan
baik, kita punya pegangan untuk mengambil keputusan dengan bijak, bukan karena
dorongan nafsu semata.
Ternyata dari lemari yang begitu kecil itu, ada begitu banyak
pemahaman dan pencerahan yang bisa aku dalami. Bahwa dalam hidup ini pasti ada
begitu banyak hal-hal yang bisa kita dalami dari hal yang kecil yang seolah tak
penting dalam hidup ini. Yang dibutuhkan hanya kepekaan diri untuk mau
mendalami hidup ini, tidak perlu menunggu datangnya sebuah peristiwa yang besar
baru kita dalami hidup ini. Justru sesuatu yang besar itu datang dari hal-hal
yang kecil, tergantung kita mau memaknai atau tidak. Sudahkah kamu melihat dan
memperhatikan hal yang terasa kecil bagimu?
Jhombeng, 21 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar