Selasa, 21 Agustus 2012

Lemari itu adalah Hatimu


Siang ini, aku menata ulang isi lemari pakaianku. Lemari pakaian yang ada di kamarku berukuran kecil, mungkin tingginya sekitar 1 meter dengan 3 trap atau bagian, lebarnya pun tak kurang dari setengah meter. Bisa dibayangkan betapa kecilnya itu dan pakaianku pun tak terlalu banyak. Intermezzo: Ngomong-ngomong soal pakaian, aku termasuk orang yang jarang sekali membeli pakaian, termasuk celana, entah itu celana jeans, pendek dan panjang. Sepanjang hidupku sampai saat ini, pakaian yang aku beli bisa dihitung dengan jari. Pakaian yang aku miliki lebih banyak ada karena pemberian orang lain, entah itu kakakku, sodara sepupuku, atau sumbangan dulu ketika bencana gempa melanda Jogja. Dan kadang ada beberapa pakaian pemberian yang kurang aku suka, entah karena motifnya, warna, ukurannya, dan juga bentuknya. Aku pun mengkreasi ulang  pakaian yang kurang menarik itu, yaitu dengan membawanya ke tukang permak pakaian untuk sekedar mengecilkan ukuran, menambah aksesori tertentu atau menghilangkan bagian-bagian tertentu dari pakaian itu. Dan jadilah pakaian yang lebih nyaman aku pakai. Aku tak terlalu peduli bahwa pakaian itu harus mengikuti mode yang sedang berkembang, bagiku pakaian itu melambangkan siapa aku yang artinya ketika nyaman dengan apa yang aku kenakan itu sudah lebih dari cukup. Maka tak jarang, ada beberapa pakaianku yang sampai lusuh, jahitannya sudah mbrodoli, warna sudah amat pudar masih aku pakai. Entah apa kata orang melihat pakaianku itu, aku tak terlalu menghiraukan toh aku merasa nyaman dengan apa yang aku pakai. Orang lain mau komentar ini itu, itu urusan dia, ngapain juga aku tanggapi, hidup terlalu berharga untuk menanggapi urusan yang gak penting seperti itu, haha. Entah juga aku dianggap orang kuno, tak mengikuti jaman hanya gara-gara pakaian dan celanayang aku kenakan hanya itu-itu saja itu tak menjadi soal bagiku. Aku pede aja dengan apa yang aku pakai. Ngapain harus malu untuk menerima diri sendiri dan menjadi diri sendiri? Kalo hanya karena pakaian yang gak up to date lalu harus menyusahkan orang lain untuk membelinya, itu sama saja menambah penderitaan ke orang lain. Kalo memang punya kemampuan untuk selalu tampil yang up to date, lha itu aku tak akan mempersalahkan, tapi kalo hanya pengen ikut-ikutan tanpa menyadari kondisi yang dialami, bahwa ada yang lebih penting dari ngurusi pakaian, waaa itu sudah tidak benar. Tapi ya terserah mereka, toh itu juga hidup mereka, haha. Bagiku sendiri, aku tak pernah mempersoalkan pakaian seperti apa yang harus aku pakai, apa yang ada padaku sudah cukup karena aku menyadari itu juga adalah salah satu berkat Tuhan yang selalu mencukupkan aku dengan pemberianNya lewat orang-orang di sekitarku.

Kembali ke topik awal, soal lemari. Aku keluarkan semua isi lemari itu. Beberapa pakaian dan juga celana. Aku bersihkan lemari itu dan aku tata lagi pakaian dan sebangsanya. Ada beberapa pakaian yang belum sempat aku lipat, pun ada juga yang belum sempat aku setrika. Dan ketika semua pakaian beres, aku masukkan lagi (jan koyo wong ra duwe gawean tenan). Sekarang lemariku tampak lebih rapi dan terlihat indah dilihat. Dan tiba-tiba saja, aku jadi mendapat wangsit, halah… Aku melihat hati seorang manusia itu seperti sebuah lemari itu. Maksudnya adalah ada begitu banyak permasalahan yang berdiam dalam hati manusia, entah itu urusan relasi dengan orang lain, urusan kerja, dan urusan yang lainnya. Kadang masalah-masalah itu tak berada di tempat dengan porsi yang tepat. Ada juga urusan yang sebenarnya tidak penting tapi malah mendapat perhatian yang begitu banyak sehingga mengganggu jalannya aktivitas kehidupan. Atau malah ada persoalan yang sebenarnya sangat penting tapi tak mendapat perhatian. Itu semua bisa terjadi bila “lemari” hati kita tidak kita tata dengan baik, hanya asal-asalan. Aku pun kadang juga demikian, yang penting asal jalan tanpa memperhatikan mana yang lebih baik aku dahulukan. Ketika akhirnya hati kita bisa lebih tertata layaknya sebuah lemari yang isinya tertata dengan rapi, kita pun tak akan kebingunan jika harus menghadapi permasalahan karena sudah tau takaran kemampuan diri kita. Hati yang tidak tidak tertata dengan baik, akan menjadi batu sandungan bagi kita dalam menghadapi sebuah masalah ataupun situasi di mana kita dituntut berperan lebih banyak, padahal kita tidak tahu kapan saatnya itu akan terjadi. Maka dari itu, penting untuk menata hati dengan segala kondisi dan isinya supaya hidup ini pun menjadi sebuah perjalanan yang mengasikkan dan bukan penuh penyesalan. Memang hati yang kita tata tidak serta merta akan memberi dampak yang langsung terasa untuk hidup kita, namun dengan hati yang tertata dengan baik, kita punya pegangan untuk mengambil keputusan dengan bijak, bukan karena dorongan nafsu semata.

Ternyata dari lemari yang begitu kecil itu, ada begitu banyak pemahaman dan pencerahan yang bisa aku dalami. Bahwa dalam hidup ini pasti ada begitu banyak hal-hal yang bisa kita dalami dari hal yang kecil yang seolah tak penting dalam hidup ini. Yang dibutuhkan hanya kepekaan diri untuk mau mendalami hidup ini, tidak perlu menunggu datangnya sebuah peristiwa yang besar baru kita dalami hidup ini. Justru sesuatu yang besar itu datang dari hal-hal yang kecil, tergantung kita mau memaknai atau tidak. Sudahkah kamu melihat dan memperhatikan hal yang terasa kecil bagimu?

Jhombeng, 21 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar