Kadang aku
bertanya-tanya, kok bisa ya orang yang putus
dg pasangannya -entah itu cewek atau cowok- bisa mendapatkan pasangan yg
baru dalam waktu yang relatif cepat? Kira-kira apa ya yang membuat mereka bisa
secepat itu menemukan "yang baru" dalam hidup mereka? Atau sebenarnya
apa sih yang mereka cari? Hm.. Berbagai macam pertanyaan selalu mengusik
pikiran dan perasaanku ketika aku mencoba memahami kenyataan yang sering aku
temui itu. Dan selalu saja aku tak bisa
memastikan ada satu jawaban yang menjadi dasar untuk semua pertanyaan yg
terlontar dalam pikiranku. Atau mungkin aku yang terlalu bodoh dan picik
memaknai kata "rasa" dan "cinta", seolah kedua kata itu
hanya bisa ada dalam satu wujud manusia.
Banyak di
antara temanku, ketika mereka putus dengan pacar mereka, tak begitu lama, hanya
dalam hitungan bulan mereka sudah mendapatkan pacar baru. Dalam hatiku, aku
hanya bisa bertanya,"Wuiih, kok bisa ya?" Sementara aku, harus
menunggu bertahun-tahun untuk bisa "lepas landas" meninggalkan cerita
masa laluku. Dulu, aku pernah berpacaran ketika kelas 3 SMP selama 6 bulan dan
terpaksa harus diakhiri karena kenyataan aku harus melanjutkan pendidikan ke
Seminari Mertoyudan. Kata orang, masa pacaran di masa sekolah ada masa pacaran
cinta monyet, tapi bagiku pengalaman itu menjadi pengalaman yang mendalam.
Ketika akhirnya aku harus melanjutkan pendidikan SMA dan tinggal di asrama pun
pikiranku masih tak bisa lepas dari dia, mantan pacar SMP itu. Kadang aku selalu ingin mencari tahu segala
informasi tentang dia, entah lewat friendster -waktu itu baru boomingnya FS-
atau sekedar menanyakan pada teman lamaku, meski aku tahu dia sudah punya pacar
dan tentu saja dia pasti tak pernah memikirkanku. Tapi itulah aku, ketika
hatiku sudah tertambat pada satu nama, aku akan sulit untuk menghapuskannya
walau aku tau sudah tidak ada jalan untuk bisa bersama. Sampai akhirnya aku
baru benar-benar bisa melupakan mantan pacar SMP itu ketika aku kelas 2 SMA.
Edyaan. Butuh waktu 4 tahun men. ckckc. Kadang aku tersenyum sendiri ketika
mengingat-ingat pengalaman ini.
Keadaan itu pun
tak jauh berbeda dengan sekarang. Dalam
hatiku sudah tertanam nama seorang wanita yang bagiku adalah nama terindah yang
pernah aku temui (cieee) dan aku tak pernah tau akan sampai kapan nama itu
berada di sana. Tuhan itu punya cara unik untuk memberikan sebuah kejutan.
Awalnya, pertemuanku dengan dia terjadi secara tak sengaja (atau mungkin memang
disengaja oleh Tuhan) dalam sebuah acara bersama. Waktu itu aku naik ke kelas 3
SMA tahun 2008. Kedua mataku menangkap sesosok wanita yang mengusik rasa
perhatian dan keingintahuanku,"Who
is that girl?" Sepanjang acara itu berlangsung selama 3 hari 2 malam, kedua
mataku ini tak pernah lelah bergerilya di antara sejuta manusia mencari di mana
ia berada, pasang tampang sok cool,
sok keren, sok calm, berharap kali
aja dia juga tertarik (pede, haha). Tapi untuk sekedar mengajaknya berkenalan
saja, ga berani, haha payah ! Hingga tiba saatnya acara itu selesai, aku
berharap semoga saja ada kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat dan itu rasanya
seperti mimpi waktu itu, tau nama orangnya saja tidak, bagaimana mungkin bisa
mengenalnya? Tapi Tuhan itu memang ahlinya memberi kejutan. Kelas 3 SMA
menjelang kelulusan tahun 2009, aku mendapat jalan terang untuk mengenal siapa
dia yang menjadi perhatianku setahun yang lalu. Singkat kata, singkat cerita
akhirnya aku menjadi akrab dan dekat dengan dia. Dan mulai sejak itulah
pelan-pelan namanya masuk dan tinggal di dalam hatiku. Meski aku tau, dia masih
punya pacarnya dan mungkin aku menjadi pelariannya, sepertinya rasa cinta bisa
menerima setiap kekurangan yang ada, walaupun pada kenyataanya memang ada rasa cemburu,
jengkel, gregetan. Tapi itulah seninya orang jatuh cinta, membuat hidup penuh
warna dan rasa. Sejalan dengan waktu, aku dan dia sama-sama tau memiliki “rasa”
yg sama dan tumbuh rasa percaya antara aku dan dia. Frekuensi ketemuan memang tak terlalu banyak, tapi entah kenapa aku
merasa dekat dengannya meski ada jarak yang cukup jauh memisahkan kami. Namun,
bagiku itu adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus menantang. Sayangnya,
rasa dan cinta itu bukan semata-mata ada hanya karena adanya rasa percaya. Bagaimanapun
wujudnya rasa cinta mau tidak mau akhirnya
menuntut adanya kehadiran karena tanpa kehadiran sosok orang yang kita
cintai akhirnya akan menjadi kehampaan dan kehambaran. Hubungan di antara kami
berada di titik stuck, tidak bisa
maju dan tidak mundur (horotoyoh, gek piye iki?). Dan di situlah awal dari
perjalanan yang melelahkan untukku (dan mungkin untuknya juga). Hingga tiba
saatnya, hal yang paling menyakitkan dalam romantika cerita cinta (halah) : perpisahan.
Ya, bulan Juni 2010, perpisahan merupakan saat yang paling menyedihkan yang
pernah aku alami. Aku marah, kecewa, tak terima, dan aaarghh kenyataan macam
apa ini harus aku alami. Sebenarnya aku masih ingin terus bersama apapun
caranya, namun dia pasti punya alasan tersendiri untuk mengakhiri kedekatan
hubungan kami. Aku pun juga harus menyadari bahwa wanita memang butuh kehadiran
seseorang yang selalu ada untuknya setiap saat, sementara aku tak bisa menjadi
orang itu. Dan memang kekuranganku adalah kapasitasku yang belum mencukupi
untuk melangkah ke relasi yang resmi (baca: pacaran) meski kami tau antara aku
dan dia masih ada rasa yang sama. Ya, aku memang harus berbesar hati, mengalah.
Sampai akhirnya aku menyadari bahwa ketika cinta datang ada sisi gelap yang
dibawanya. Aku tidak bisa hidup selamanya dalam sisi terangnya cinta. Dan aku
pun perlahan mengundurkan diri pergi dengan membawa rasa sakit hati yang dalam
karena memang salahku sendiri terlalu banyak harapan yang aku inginkan. Kalo kata
lagu Queen, Too Much Love Will Kill You,
dan itulah kenyataan yang aku alami. Dia pergi bersama orang lain, sedangkan
aku terkapar layaknya pesakitan -ckck mengenaskan sekali aku ini- Dalam
kekacaubalauan perasaan ini, aku tak lagi mampu berpikir dengan baik, tak lagi mampu mengendalikan
diri, tak lagi mampu menahan gejolak emosi karena mungkin aku ini termasuk
orang yang mengagung-agungkan bahwa kekuatan cinta mampu mengalahkan segalanya,
sampai akhirnya aku sendiri yang terlindas oleh cinta. Cinta oh cinta, dari
dulu deritanya tiada akhir, begitu jenderal Tian Feng alias Pat Kay
mengilustrasikan tentang cinta
(haha). Harusnya, aku menenangkan diri, mengolah perasaan untuk bangkit lagi atau setidaknya menyelesaikan rasa sakitku sebelum membuka relasi dengan orang lain. Kenyataannya aku melakukan kesalahan fatal yang berakibat lebih buruk dari kesalahan awal. Aku malah berpacaran dengan orang lain karena didasari pelampiasan kekecewaan dan rasa sakit hatiku. Sebuah langkah salah yang berujung masalah. Memang kadang aku jalan bareng tapi yang sebenarnya terjadi adalah aku tak tahu harus aku apakan sakit hatiku. Bagiku dengan cara demikian aku bisa mengalihkan rasa kecewa dan sakitku dan bukan menerimanya. Itu kesalahan terbesarku. Aku berpacaran ketika belum siap secara hati, perasaan, mental dan pikiran. Selama aku pacaran itu pun, tak banyak aku bercerita tentang siapa aku. Aku diam dengan harapan rasa sakitku akan hilang. Yang aku butuhkan hanya pelampiasan untuk membuang semua rasa kecewa dan sakitku. Dan itulah salahku, aku membuat orang lain jauh lebih sakit hati dengan kesakitan yang aku alami. Cukup lama aku berpacaran dalam masa pelampiasan itu, hampir setahun. Sampai akhirnya aku sadar bahwa tindakanku adalah kesalahan yang teramat sangat besar karena aku telah membohongi perasaanku dan juga orang lain. Meskipun aku telah disakiti oleh dia yang sudah ada di hatiku, “rasa” yang aku miliki untuknya cukup besar dan aku masih saja tetap memikirkannya meski dia juga sudah punya pacar. Dan inilah kesalahan kedua, aku membohongi perasaanku sendiri. Dan bagaimanapun caranya aku harus mengakhiri pelampiasan pacaranku ini, meski aku tau aku akan dihujat dengan segala cacian dan makian. Tapi, langkah ini memang harus aku ambil. Aku tidak ingin menambah penderitaan yang terlalu lama dan lebih dalam lagi.
(haha). Harusnya, aku menenangkan diri, mengolah perasaan untuk bangkit lagi atau setidaknya menyelesaikan rasa sakitku sebelum membuka relasi dengan orang lain. Kenyataannya aku melakukan kesalahan fatal yang berakibat lebih buruk dari kesalahan awal. Aku malah berpacaran dengan orang lain karena didasari pelampiasan kekecewaan dan rasa sakit hatiku. Sebuah langkah salah yang berujung masalah. Memang kadang aku jalan bareng tapi yang sebenarnya terjadi adalah aku tak tahu harus aku apakan sakit hatiku. Bagiku dengan cara demikian aku bisa mengalihkan rasa kecewa dan sakitku dan bukan menerimanya. Itu kesalahan terbesarku. Aku berpacaran ketika belum siap secara hati, perasaan, mental dan pikiran. Selama aku pacaran itu pun, tak banyak aku bercerita tentang siapa aku. Aku diam dengan harapan rasa sakitku akan hilang. Yang aku butuhkan hanya pelampiasan untuk membuang semua rasa kecewa dan sakitku. Dan itulah salahku, aku membuat orang lain jauh lebih sakit hati dengan kesakitan yang aku alami. Cukup lama aku berpacaran dalam masa pelampiasan itu, hampir setahun. Sampai akhirnya aku sadar bahwa tindakanku adalah kesalahan yang teramat sangat besar karena aku telah membohongi perasaanku dan juga orang lain. Meskipun aku telah disakiti oleh dia yang sudah ada di hatiku, “rasa” yang aku miliki untuknya cukup besar dan aku masih saja tetap memikirkannya meski dia juga sudah punya pacar. Dan inilah kesalahan kedua, aku membohongi perasaanku sendiri. Dan bagaimanapun caranya aku harus mengakhiri pelampiasan pacaranku ini, meski aku tau aku akan dihujat dengan segala cacian dan makian. Tapi, langkah ini memang harus aku ambil. Aku tidak ingin menambah penderitaan yang terlalu lama dan lebih dalam lagi.
Akhirnya aku
mengakhiri petualangan burukku. Aku tahu aku juahaat banget, karena telah
menyakiti orang lain dan kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa aku ini
bajingan, brengsek, penipu, pecundang, dan segala macam kata makian sumpah
serapah, aku terima. Aku sadar hal itu dan kenyataan yang aku alami memang
seperti itu. Aku tak akan menolaknya dalam hidupku karena itu sudah menjadi
bagian hidupku. Dan pengalaman ini memberiku begitu banyak pelajaran kehidupan.
Kenapa akhirnya aku akhiri? karena aku ingin mendengarkan hatiku. Ya, hati tidak
bisa dibohongi meski kita mencoba dengan sejuta cara untuk melawannya bahkan
memaksanya tunduk dengan pikiran kita. Bagaimanapun juga, dia yang telah ada
dalam hatiku tetap menjadi kerinduanku meski aku pernah bersama orang lain. Meski
aku juga pernah disakiti, tapi kekuatan hati, perasaan, cinta mampu untuk memaafkan.
Dan sampai kini pun, dia yang dahulu menjadi sumber kegembiraanku masih menjadi
penghuni kediaman hatiku walapun mungkin dia sudah tak "mengingat"
dan “menganggap” aku lagi. Aku pun tahu banyak yang mendekatinya ataupun dia
bersama orang lain, tapi entah kenapa ya rasa yang ada dalam hati ini tak bisa
untuk berakhir. Memang sih ada rasa marah, cemburu tapi aku malah semakin
terbiasa dengan aneka rasa semacam itu, membuat hidupku menjadi berwarna ketika
mencintai seseorang. Kalo kata orang sih, untuk melupakan cinta lama, carilah
cinta yang baru. Memang benar juga sih, tapi bagiku itu tak semudah yang
dibayangkan. Sulit untukku menjadi seperti itu karena aku menyadari bahwa aku
termasuk orang yang mampu mencintai seseorang dalam jangka waktu yg lama meski
orang yg aku cintai tak pernah memberiku tanggapan. Toh, mencintainya saja
sudah menjadi anugerah untukku, dan kalaupun dia membalasnya itu adalah bonus
dan kalaupun tidak ya dinikmati saja. Buatku, mencintai seseorang itu
sederhana, dia hadir dalam ketiadaan, sederhana dalam
ketidakmengertian dan geraknya tiada pasti. Aku
tak peduli dengan omongan orang yang menganggapku
bodoh karena mencintai orang yg tidak ada di depan mataku. Justru dalam status
kebodohanku itulah aku menemukan kebahagiaanku. Untuk saat ini, biar saja aku
simpan rasa ini karena aku menyadari kapasitas yang aku miliki belumlah
mencukupi untuk mewujudkan rasaku. Mengatakan cinta itu gampang, tetapi
membuktikan dan menunjukan cinta dalam tindakan nyata itu yang tidak gampang.
Dan itulah yang menjadi pertimbanganku menyimpan "rasa" itu sampai
saat ini, bahwa aku belum cukup mampu untuk selalu memperhatikan dia di manapun
dia berada karena ada celah yang tak bisa aku dekatkan: jarak. Aku tak ingin
mengambil resiko yg belum benar-benar bisa aku tangani. Maka dari itu, aku
tetap di sini menjaga rasa itu, berharap waktu akan memberiku kesempatan untuk
bisa bersamanya. Dan kalopun akhirnya waktu tak memberiki kesempatan, aku tak
akan pernah menyesali telah menyimpan rasa hingga saat nanti. Dan aku pun tak tahu, apa yang dia rasakan
terhadapku. Entah apapun yang dia rasakan, rasaku masih tetap sama seperti saat
aku pertama kali aku mengenalnya. Ya, aku membebaskan dia untuk menemukan jalan
dan kebahagiaannya sementara aku melihatnya dari kejauhan sini selalu berdoa
untuknya. Cinta yang dihayati dengan keikhlasan pada akhirnya akan membebaskan
mereka yang mencintai dan dicintai.
Kembali ke
topik awal. Kalo begitu, apa ya yg membuat seseorang itu mudah untuk mencari
pengganti ketika ia putus dengan pacarnya? Bertolak dari pengalamanku, aku
memiliki jawaban bahwa setiap orang pasti
memiliki motivasi ketika ia melakukan suatu tindakan, termasuk dalam hal ini
adalah pacaran. Kalopun ada orang yang begitu mudah mencari pacar, itu bisa
dimaknai dari motivasi yang ia miliki
ketika ia memutuskan untuk berpacaran, apakah hanya untuk having fun, ato
memang karena kesadaran bahwa ia membutuhkan kasih sayang ato hanya untuk
menaikan status sosialnya biar dinilai keren, gengsi gitu lho, jaman kayak gini
gak punya pacar, haha dan masih buanyaak macamnya. Setiap orang punya alasan
dan motivasi sendiri. Dan dari semua alasan motivasi itu dapat disatukan dalam
penilaian arti cinta bagi masing-masing orang. Rasa dan cinta mengenal
tingkatan kedalaman, dan itulah yang membedakan antara orang yang satu dengan
yang lainnya dalam memaknai cinta dan mencintai. Tidak ada hal yang begitu
indah ketika kita bisa mencintai tanpa harus meminta balasan untuk dicintai
karena pada hakekatnya cinta adalah membebaskan, walaupun ada banyak alasan
untuk menderita, namun kekuatan cinta mampu mengatasinya. Aku pun tak begitu
memahami apa itu cinta, tapi aku hanya bisa merasakan dan menikmatinya. Itu
saja sudah cukup bagiku. Lalu, jika semua yang kita lakukan sudah dilandasi
cinta, apakah ada yang bisa mengalahkan cinta? Ah, tampaknya semakin lama
semakin muter-muter saja. Ya sudahlah, aku cukupkan cerita ini sampai di sini.
Tunggu cerita saya selanjutnya.
9 Agustus – 10 Agustus 2012
23.36 – 01.45
antara batas kesadaran dan
ketidaksadaran,
masih ada rasa di antaranya.
Aku pernah baca buku, disana ditulis cinta sejati itu seperti penari, penari yang tetap menari walaupun musiknya sudah berhenti.
BalasHapus