Jumat, 17 Agustus 2012

Genduk Duku



Genduk Duku, Dunia Penuh Kejutan

            Buku ini adalah lanjutan cerita dari buku Roro Mendut. Sepeninggal Roro Mendut, Genduk Duku -abdi Roro Mendut- pergi mencari tempat berlindung dari kejaran Tumenggung Wiraguna ke pesanggrahan Bendara Pahitmadu, yakni kakak kandung Tumenggung Wiraguna. Bendara Pahitmadu adalah salah seorang yang bersimpati kepada Roro Mendut  atas keteguhan hatinya mempertahankan cintanya pada Pranacitra. Genduk Duku tinggal selama beberapa hari di pesanggrahan Bendara Pahitmadu. Kemudian, Genduk Duku memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju Pekalongan, yakni memberitahukan kematian Pranacitra kepada Nyai Singabarong -ibu Pranacitra-. Karena kemalaman, Genduk Duku pun menginap di rumah sepasang petani yang sudah agak tua, yang bernama Ki Legen dan Nyi Gendis. Ki Legen dan Nyi Gendis menyarankan untuk menunggu sampai keadaan benar-benar aman karena prajurit  Mataram masih berkeliaran mencari pengikut Roro Mendut.
            Setelah keadaan mereda, Genduk Duku pun melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di Pekalongan, segera ia menyampaikan berita kematian Pranacitra dan Roro Mendut kepada Nyai Singabarong. Nyai Singabarong amat tersentuh mendengar penuturan Duku. Meskipun ia sendiri belum melihat Roro Mendut, ia yakin bahwa Roro Mendut adalah seorang gadis memiliki keteguhan hati yang kuat dan seorang yang tegar. Genduk Duku pun bersiap melanjutkan perjalanannya ke Telukcikal, daerah asal Roro Mendut. Tujuan Genduk Duku adalah memberitahu kepada siwa kakung putri pengasuh Roro Mendut dahulu. Atas saran Nyai Singabarong, yakni demi menjaga keselamatan Genduk Duku, Duku pun dititikan pada seorang nelayan Pati yang sedang singgah di Pekalongan. Kebetulan nelayan itu adalah murid dari siwa yang mengasuh Roro Mendut di Telukcikal. Tak dinyana dan tak pernah diduga, ternyata nelayan itu mirip sekali dengan Pranacitra dari segi wajah dan perangai, hingga usianya. Hanya saja, nelayan muda yang bernama Slamet itu lebih gelap kulitnya dan nampak kekar badannya.
            Mendengar penuturan Duku, hati siwa sangatlah sedih, namun ia hanya bisa berpasrah dan berserah diri karena ia hanya menjalankan kersaning Hyang Akarya Jagad. Atas nasehat dari siwa kakung putri pula, Genduk Duku dan Slamet diperjodohkan untuk meneruskan garis keturunan para elang pelaut pantai Pati yang gagah berani.
            Dua musim sudah berlalu dan Duku belum merasakan alam kebebasan dari cengkeraman prajurit Mataram yang setiap saat beroperasi. Maka diputuskanlah bersama Slamet untuk keluar dari wilayah Kerajaan Mataram. Mereka berencana untuk merantau ke tanah Gunung Jati Cirebon yang secara politis dan ekonomi berseberangan dengan Mataram. Sebelum berangkat menuju Cirebon, Slamet dan Duku pergi dahulu ke tanah Jepara untuk mengorek informasi kepastian di mana tanah Cirebon itu kepada salah seorang teman Slamet. Sayang sekali, Jepara sebagai gerbang utama kelautan Mataram tengah dilanda ketegangan dengan kapal dagang Pe-O-Se (VOC). Mereka pun harus berhati-hati karena pengawasan dari pihak Mataram sangat ketat.
            Selamatlah Slamet dan Duku mendarat di pinggiran Jepara. Namun, nasib malang memang tidak jauh dari mereka. Mereka tertangkap oleh seorang dukuh setempat. Mereka pun dijadikan tawanan sebagai pengawal logistik bersama para tawanan Belanda ke pusat Mataram. Perjalanan kembali ke Kerta harus dilalui oleh Duku untuk kedua kalinya. Karena kondisi fisik Duku yang sering sakit-sakitan, Slamet dan Duku pun diberhentikan di gerbang timur kotapraja, di daerah Taji. Mereka membangung rumah di situ. Atas kehendaknya sendiri, Duku sowan kepada Bendara Pahitmadu yang telah berjasa dalam hidupnya dan Putri Arumardi-salah seorang selir Wiraguna- yang bersimpati kepada Roro Mendut.
            Sementara di belahan kotapraja lainnya, di dalem kedaton sedang terjadi kehebohan yang besar.  Raden Mas Jibus alias Raden Mas Sayidin alias Raden Mas Rangkah membuat geger istana karena kenakalannya melanggar batas kesusilaan waktu itu. Mas Jibus gemar bersenang-senang dan bermain wanita, padahal ia masih remaja. Para sesepuh kerajaan amat menyayangkan perangai putra mahkota itu. Sebenarnya dari segi bebet, bobo, dan bibit yang pantas mendapatkan gelar putra mahkota adalah Pangeran Alit. Tetapi, karena Mas Jibus adalah putra Permaisuri Kanjeng Ibu dari Batang, maka yang dialah yang diangkat menjadi Pangeran Aria Mataram sebagai calon pengganti Sultan Agung Hanyakrakusuma, ayahandanya.
            Adalah Tumenggung Wiraguna sepeninggal Roro Mendut belum sembuh “penyakitnya”. Kali ini ia memungut seorang dara muda putri pengulu di Imogiri bernama Tejarukmi.
            Suatu hari, Mas Jibus berkunjung ke puri Wiragunan. Ia pun tertarik untuk memiliki dan merebut Tejarukmi dari tangan si tua Wiraguna. Mas Jibus melancarkan penculikan terhadap Tejarukmi. Usaha itu berhasil digagalkan oleh Duku dan Slamet. Maka atas saran dari Putri Arumardi, maka Slamet dan Duku diberi kepercayaan untuk menjaga keberadaan Tejarukmi. Mas Jibus tak kenal menyerah, dengan memanfaatkan jamuan setelah setonan, ia menculik Tejarukmi untuk kedua kalinya. Usaha Mas Jibus ini sebenarnya tidaklah sia-sia karena Tejarukmi juga menaruh rasa pada Mas Jibus daripada Wiraguna.
            Atas peristiwa itu, Wiraguna pun menghasut Pangeran Alit untuk melaporkan kejadian memalukan itu kepada Susuhunan Hanyakrakusuma. Mendengar laporan itu, marahlah ia dan Mas Jibus dihukum tidak boleh keluar istana dan harus berguru pada Tumenggung Singaranu. Selama hukuman itu pula, Sultan Agung tidak mau bertatap muka  dengan Jibus.
            Terhadap Tejarukmi, Sultan Agung memutuskan hukuman mati kepadanya dengan dakwaan perzinahan. Dan yang melaksanakan hukuman itu adalah “pemiliknya” sendiri, Wiraguna. Sekembalinya dari tempat penculikan, Wiraguna berlari menghunuskan kerisnya kepada Tejarukmi yang sudah dipersiapkan dengan pakaian serba putih. Demi menyelamtkan nyawa sang putri, Slamet berusaha mencegah Wiraguna. Tembuslah dada Slamet terkena hunusan keris Wiraguna. Menyaksikan hal itu, histerislah Duku dan bangkitlah dendam kesumatnya dengan Wiraguna. Duku pun berusaha menerjang Wiraguna, namun ia dihalangi oleh pengawal Wiraguna.
            Sungguh berat hidup Genduk Duku, setahun setelah kehilangan puannya, Roro Mendut, kini ia harus berpisah dengan belahan jiwanya. Ia hanya memiliki buah hatinya yang masih kecil bernama Lusi Lindri. Lusi Lindri inilah yang akan meneruskan perjalanan kehidupan Genduk Duku nantinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar