Genduk Duku, Dunia Penuh
Kejutan
Buku ini adalah lanjutan cerita dari
buku Roro Mendut. Sepeninggal Roro Mendut, Genduk Duku -abdi Roro Mendut- pergi
mencari tempat berlindung dari kejaran Tumenggung Wiraguna ke pesanggrahan
Bendara Pahitmadu, yakni kakak kandung Tumenggung Wiraguna. Bendara Pahitmadu
adalah salah seorang yang bersimpati kepada Roro Mendut atas keteguhan hatinya mempertahankan
cintanya pada Pranacitra. Genduk Duku tinggal selama beberapa hari di
pesanggrahan Bendara Pahitmadu. Kemudian, Genduk Duku memutuskan untuk
melanjutkan perjalanannya menuju Pekalongan, yakni memberitahukan kematian
Pranacitra kepada Nyai Singabarong -ibu Pranacitra-. Karena kemalaman, Genduk
Duku pun menginap di rumah sepasang petani yang sudah agak tua, yang bernama Ki
Legen dan Nyi Gendis. Ki Legen dan Nyi Gendis menyarankan untuk menunggu sampai
keadaan benar-benar aman karena prajurit
Mataram masih berkeliaran mencari pengikut Roro Mendut.
Setelah keadaan mereda, Genduk Duku
pun melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di Pekalongan, segera ia
menyampaikan berita kematian Pranacitra dan Roro Mendut kepada Nyai
Singabarong. Nyai Singabarong amat tersentuh mendengar penuturan Duku. Meskipun
ia sendiri belum melihat Roro Mendut, ia yakin bahwa Roro Mendut adalah seorang
gadis memiliki keteguhan hati yang kuat dan seorang yang tegar. Genduk Duku pun
bersiap melanjutkan perjalanannya ke Telukcikal, daerah asal Roro Mendut.
Tujuan Genduk Duku adalah memberitahu kepada siwa kakung putri pengasuh Roro Mendut dahulu. Atas saran Nyai
Singabarong, yakni demi menjaga keselamatan Genduk Duku, Duku pun dititikan
pada seorang nelayan Pati yang sedang singgah di Pekalongan. Kebetulan nelayan
itu adalah murid dari siwa yang
mengasuh Roro Mendut di Telukcikal. Tak dinyana dan tak pernah diduga, ternyata
nelayan itu mirip sekali dengan Pranacitra dari segi wajah dan perangai, hingga
usianya. Hanya saja, nelayan muda yang bernama Slamet itu lebih gelap kulitnya
dan nampak kekar badannya.
Mendengar penuturan Duku, hati siwa
sangatlah sedih, namun ia hanya bisa berpasrah dan berserah diri karena ia
hanya menjalankan kersaning Hyang Akarya
Jagad. Atas nasehat dari siwa kakung
putri pula, Genduk Duku dan Slamet diperjodohkan untuk meneruskan garis
keturunan para elang pelaut pantai Pati yang gagah berani.
Dua musim sudah berlalu dan Duku
belum merasakan alam kebebasan dari cengkeraman prajurit Mataram yang setiap
saat beroperasi. Maka diputuskanlah bersama Slamet untuk keluar dari wilayah
Kerajaan Mataram. Mereka berencana untuk merantau ke tanah Gunung Jati Cirebon
yang secara politis dan ekonomi berseberangan dengan Mataram. Sebelum berangkat
menuju Cirebon, Slamet dan Duku pergi dahulu ke tanah Jepara untuk mengorek
informasi kepastian di mana tanah Cirebon itu kepada salah seorang teman
Slamet. Sayang sekali, Jepara sebagai gerbang utama kelautan Mataram tengah dilanda
ketegangan dengan kapal dagang Pe-O-Se (VOC). Mereka pun harus berhati-hati
karena pengawasan dari pihak Mataram sangat ketat.
Selamatlah Slamet dan Duku mendarat
di pinggiran Jepara. Namun, nasib malang memang tidak jauh dari mereka. Mereka
tertangkap oleh seorang dukuh
setempat. Mereka pun dijadikan tawanan sebagai pengawal logistik bersama para
tawanan Belanda ke pusat Mataram. Perjalanan kembali ke Kerta harus dilalui
oleh Duku untuk kedua kalinya. Karena kondisi fisik Duku yang sering
sakit-sakitan, Slamet dan Duku pun diberhentikan di gerbang timur kotapraja, di
daerah Taji. Mereka membangung rumah di situ. Atas kehendaknya sendiri, Duku sowan kepada Bendara Pahitmadu yang
telah berjasa dalam hidupnya dan Putri Arumardi-salah seorang selir Wiraguna-
yang bersimpati kepada Roro Mendut.
Sementara di belahan kotapraja
lainnya, di dalem kedaton sedang
terjadi kehebohan yang besar. Raden Mas
Jibus alias Raden Mas Sayidin alias Raden Mas Rangkah membuat geger istana
karena kenakalannya melanggar batas kesusilaan waktu itu. Mas Jibus gemar
bersenang-senang dan bermain wanita, padahal ia masih remaja. Para sesepuh
kerajaan amat menyayangkan perangai putra mahkota itu. Sebenarnya dari segi
bebet, bobo, dan bibit yang pantas mendapatkan gelar putra mahkota adalah
Pangeran Alit. Tetapi, karena Mas Jibus adalah putra Permaisuri Kanjeng Ibu
dari Batang, maka yang dialah yang diangkat menjadi Pangeran Aria Mataram
sebagai calon pengganti Sultan Agung Hanyakrakusuma, ayahandanya.
Adalah Tumenggung Wiraguna sepeninggal
Roro Mendut belum sembuh “penyakitnya”. Kali ini ia memungut seorang dara muda
putri pengulu di Imogiri bernama Tejarukmi.
Suatu hari, Mas Jibus berkunjung ke
puri Wiragunan. Ia pun tertarik untuk memiliki dan merebut Tejarukmi dari
tangan si tua Wiraguna. Mas Jibus melancarkan penculikan terhadap Tejarukmi.
Usaha itu berhasil digagalkan oleh Duku dan Slamet. Maka atas saran dari Putri
Arumardi, maka Slamet dan Duku diberi kepercayaan untuk menjaga keberadaan
Tejarukmi. Mas Jibus tak kenal menyerah, dengan memanfaatkan jamuan setelah setonan, ia menculik Tejarukmi untuk
kedua kalinya. Usaha Mas Jibus ini sebenarnya tidaklah sia-sia karena Tejarukmi
juga menaruh rasa pada Mas Jibus daripada Wiraguna.
Atas peristiwa itu, Wiraguna pun
menghasut Pangeran Alit untuk melaporkan kejadian memalukan itu kepada
Susuhunan Hanyakrakusuma. Mendengar laporan itu, marahlah ia dan Mas Jibus
dihukum tidak boleh keluar istana dan harus berguru pada Tumenggung Singaranu.
Selama hukuman itu pula, Sultan Agung tidak mau bertatap muka dengan Jibus.
Terhadap Tejarukmi, Sultan Agung
memutuskan hukuman mati kepadanya dengan dakwaan perzinahan. Dan yang
melaksanakan hukuman itu adalah “pemiliknya” sendiri, Wiraguna. Sekembalinya
dari tempat penculikan, Wiraguna berlari menghunuskan kerisnya kepada Tejarukmi
yang sudah dipersiapkan dengan pakaian serba putih. Demi menyelamtkan nyawa
sang putri, Slamet berusaha mencegah Wiraguna. Tembuslah dada Slamet terkena
hunusan keris Wiraguna. Menyaksikan hal itu, histerislah Duku dan bangkitlah
dendam kesumatnya dengan Wiraguna. Duku pun berusaha menerjang Wiraguna, namun
ia dihalangi oleh pengawal Wiraguna.
Sungguh berat hidup Genduk Duku,
setahun setelah kehilangan puannya, Roro Mendut, kini ia harus berpisah dengan
belahan jiwanya. Ia hanya memiliki buah hatinya yang masih kecil bernama Lusi
Lindri. Lusi Lindri inilah yang akan meneruskan perjalanan kehidupan Genduk
Duku nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar