Sabtu, 18 Agustus 2012

Cerita dari Gembira Loka


Gembira Loka. Pertama kali aku ke sana yaitu ketika aku masih tercatat sebagai anak TK dan itu sudah hampir 18 tahun yang lalu. Setelah sekian lama tak pernah melihatnya, hari ini aku mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Gembira Loka sekedar refreshing. Kalo bukan karena ajakan keluarga baruku, mana mungkin aku bisa ke sana lagi, lha wong untuk beli tiket masuknya saja sudah lumayan mahal, apalagi harus memakai uang sendiri, mending ga usah, haha. Maka dari itu, aku bersyukur karena aku mendapat kesempatan untuk menikmati suasana yang menyenangkan ini.

Di Gembira Loka, ada begitu banyak binatang (yaiyalah, namanya saja kebun binatang). Segala jenis binatang terdapat di sana, mulai dari sebangsa reptil, mamalia, burung, ikan, dan masih buanyak lagi. Bentuk dan rupa binatangnya pun beraneka ragam dan itu yang membuatku takjub, betapa hebatnya Tuhan itu menciptakan setiap hewan lengkap dengan keindahan dan keunikan masing-masing (kita pun harusnya bangga karena kita juga salah satu ciptaan yang dibuat serupa dengan Dia). Ular misalnya, ternyata ada begitu banyak macam ular, warna dan motifnya pun berbeda-beda. Ada juga ikan yang guedhe sebesar guling bahkan lebih besar lagi, aku sampai terkagum-kagum, ndomblong ketok ndesone, haha. Apalagi ketika aku melihat burung-burung yang ada di sana, wuiih indah nian bulu-bulu mereka. Semuanya sungguh amat indah. Tetapi di antara bermacam-macam keindahan yang aku temui di sana, ada satu hewan yang membuat aku penasaran atau mungkin lebih mengarah pada rasa iba. Aku melihat seekor tapir sendirian di kandangnya. Ia sedang makan rumput eh bekatul ding. Badannya gemuk, sehat, tapi aku melihat kedua matanya mengeluarkan air mata seolah ia mau berkata bahwa ia sedang menangis menanggung kesedihan. Dalam hatiku pun timbul rasa belas kasihan menyaksikan peristiwa secamam itu. Coba kalo tapir itu bisa diajak ngobrol, pasti aku bisa tau kenapa ia berlinang air mata seperti itu. Pikiranku pun mencoba menganalisa, kira-kira tapir itu kenapa ya?hm, aku rasa dia sedih tinggal di kandang itu sendirian seorang diri jauh dari habitat asli dan kawanannya. Kalopun ada keramaian, itu pun hanya pengunjung yang setiap hari datang melihatnya tapi tak tau apa yang dia rasakan. Mungkin sangat pas dengan salah satu lagunya Dewa, di dalam keramaian aku merasa sepi..huhu. Dan aku pun jadi kepikiran dengan nasib binatang-binatang lainya yang ada di Gembira Loka, burung-burung yang tak pernah merasakan kepakan sayap mereka ketika terbang karena hanya mendekam di sangkar besi, ular-ular yang tak pernah merasakan aroma tanah karena harus mendekam dalam kotak kaca, ataupun sebangsa kera,monyet,orang utan yang harus tinggal dalam kurungan besi tak pernah merasakan aroma hutan, dan masih banyak lagi hewan yang terkurung di sana. Ah, kenapa mesti ada kebun binatang kalo hewan-hewan yang ada di dalamnya tak merasakan kebahagiaan sebagai mahkluk hidup yang punya hak untuk hidupnya sendiri?

Aku pun jadi merenungkan kehidupan ini. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nasib seseorang yang hidupnya tak pernah bisa bertemu dengan “kebebasan”? Akan menjadi seperti apa hidup manusia ketika ia tak bisa lepas dari keterikatan dengan waktu, lingkungan, keadaaan, masa lalu atau sesuatu yang membelenggu dirinya? Pasti akan sangat menghambat orang untuk bisa menjadi dirinya sendiri. Ia tidak bisa mengeluarkan semua daya kemampuan dan keahlian yang dimilikinya karena ia terkekang oleh keterikatan. Ya, aku rasa setiap orang memang membutuhkan kebebasan untuk mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Ketika akhirnya orang bisa membebaskan dirinya dari keterikatan yang mengekang daya kreativitasnya, ia memiliki modal besar untuk mengekspresikan dan mengungkapkan semua pikiran, ide dan daya imajinasi yang ada dalam dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar