Minggu, 28 Juli 2013
Selasa, 16 Juli 2013
Filsafat Pacul, Wejangan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Sela
DALAM ngelmu, seseorang dituntut untuk menggunakan pikirannya
untuk membaca danmemahamiapa-apa yang ada di sekelilingnya. Ketika
seseorang meguru atau berguru pada orang yang sudah mumpuni dalam
hal ilmu rasa, maka dia harus 'menggerakkan' otaknya untuk memahami apa
yang ada di alam semesta ini. Artinya, alam semesta ini 'dibaca' dan
diartikan sendiri apa yang menjadi makna sejatinya.
Ki Ageng Sela yang kondang namanya lantaran mampu menangkap petir pun pernah berguru pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Salah satu wejangan dari Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela adalah tentang Pacul. Ketika itu Kanjeng Sunan Kalijaga menyuruh Ki Ageng Sela untuk 'membaca' Pacul.
Pacul atau cangkul adalah salah satu alat yang merupakan senjata para petani. Senjata ini digunakan para petani untuk mengolah lahan pertanian. Tampaknya memang sederhana, Pacul. Tapi makna yang terkandung di dalamnya sangatlah tinggi.
Dari wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela, Pacul atau cangkul itu terdiri dari 3 bagian. Ketiga bagian tersebut adalah: Pacul (bagian yang tajam untuk mengolah lahan pertanian), Bawak (lingkaran tempat batang doran), dan Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul).
Menurut wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga, sebuah pacul yang lengkap, tidak akan dapat berdiri sendiri-sendiri. Ketiga bagian tersebut harus bersatu untuk dapat digunakan oleh petani. Apa sebenarnya arti dari Pacul, Bawak dan Doran itu?
* Pacul. Memiliki arti "ngipatake barang kang muncul"
Artinya, menyingkirkan bagian yang mendugul atau bagian yang tidak rata. Dari alat Pacul tersebut setidaknya bisa diartikan bahwa kita manusia ini harus selalu berbuat baik dengan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak rata, seperti ego yang berlebih, cepat marah, mau menang sendiri dan sifat-sifat jelek kita lainnya yang dikatakan 'tidak rata'.
* Bawak. Memiliki arti "obahing awak".
Arti obahing awak adalah gerak tubuh. Maksudnya, kita manusia hidup ini diwajibkan untuk berikhtiar mencari rezeki dari GUSTI ALLAH guna memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu, arti ikhtiar tersebut juga bukan hanya berarti mencari rezeki semata, tetapi juga ikhtiar untuk senantiasa "manembah GUSTI ALLAH tan kendhat Rino Kelawan Wengi" (menyembah GUSTI ALLAH siang maupun malam).
* Doran. Memiliki arti "Dongo marang Pengeran" ada juga yang mengartikan "Ojo Adoh Marang Pengeran". Arti "Dongo Marang Pengeran" adalah doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH. Pengeran berasal dari kata GUSTI ALLAH kang dingengeri (GUSTI ALLAH yang diikuti). Sedangkan "Ojo Adoh Marang Pengeran" memiliki arti janganlah kita manusia ini menjauhi GUSTI ALLAH. Manusia harus senantiasa wajib ingat dan menyembah GUSTI ALLAH, bukan menyembah yang lain.
Ketiga bagian Pacul tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Kalau digabung, maka ketiganya memiliki arti, manusia hendaknya mampu menyingkirkan sifat-sifat buruknya, berikhtiar untuk mencari rezeki GUSTI ALLAH dan tidak melupakan untuk selalu berdoa dan menyembah GUSTI ALLAH. Bukankah kini kita mengetahui bahwa benda Pacul itu memiliki nilai filsafat yang tinggi?(*)
Sumber: http://kawruh-kejawen.blogspot.com/
Selasa, 07 Mei 2013
Ojo Nesu-Nesu
Ada
seorang tuan rumah yang menyukai bunga anggrek. Saat hendak pergi
berkelana, ia berpesan kepada bawahannya untuk merawat dengan hati-hati
pohon anggreknya.
Selama kepergiannya, bawahannya dengan teliti
merawat bunga-bunga anggrek tersebut. Namun, suatu hari ketika ia
sedang menyirami bunga anggrek, tanpa sengaja ia menyenggol rak-rak
pohon sehingga semua pot anggrek berjatuhan. Pot anggrek itu pecah
berantakan dan bunga anggrek pun berserakan.
Para bawahannya ketakutan, menunggu tuannya pulang dan meminta maaf
sambil menunggu hukuman yang akan mereka terima. Setelah sang tuan
pulang, ketika mendengar kabar itu, ia lalu memanggil bawahannya. Ia
tidak marah kepada mereka, bahkan berkata, “Saya menanam bunga anggrek,
alasan pertama adalah untuk dipersembahkan kepada orang yang suka
melihatnya dan yang kedua adalah untuk memperindah lingkungan di daerah
ini, bukan untuk marah saya menanam pohon anggrek ini.”
Perkataan tuan ini sungguh benar, “Bukan demi marah menanam pohon anggrek.”
Ia bisa demikian toleran, karena walaupun menyukai bunga anggrek,
tetapi di hatinya tidak ada rasa keterikatan terhadap bunga anggrek.
Oleh sebab itu ketika dia kehilangan bunga-bunga anggrek tersebut, tidak
menimbulkan kemarahan dalam hatinya.
Dalam kehidupan kita,
kita terlalu sering banyak kekhawatiran, terlalu peduli pada kehilangan,
hingga menyebabkan keadaan emosi tidak stabil. Kita merasa tidak
bahagia. Maka seandainya kita sedang marah, kita bisa berpikir sejenak:
Bukan demi marah menjadi sahabat.
Bukan demi marah menjadi suami istri.
Bukan demi marah melahirkan dan mendidik anak.
Bukan demi marah menjadi atasan dan pemimpin.
Bukan demi marah menjadi sakit dan tidak berdaya.
Maka kita bisa mencairkan rasa marah dan kesusahan yang ada dalam hati kita dan mengubahnya menjadi rasa damai.
Kini, saat emosi kita tinggi dan hendak bertengkar (dengan siapa pun
juga), ingatlah perjumpaan kita di dunia, bukan untuk marah.
sumber : intisari-online.com
Sabtu, 27 April 2013
Menggunakan yang Tidak Ada
Sebuah wadah dibentuk dari tanah liat tetapi kegunaannya
berasal dari ruang kosong di dalamnya. Ruang kosong dalam pusat roda
memungkinan rodanya berputar. Jendela serta pintu adalah ruang-ruang kosong di
dinding. Sebuah ruangan dapat digunakan hanya karena kekosongannya.
Yang berharga berasal dari yang ada; yang berguna berasal
dari yang tidak ada.
Oleh karenanya, perhatikanlah yang tidak diketahui maupun
yang diketahui. Walaupun mengetahui itu berharga, tidak mengetahui itu berguna.
Tidak mengetahui adalah awal sementara mengetahui adalah akhir. Tidak mengetahui
adalah ketidak-pastian yang memungkinkan gerakan. Kalau hanya ada yang
diketahui, tak seorangpun dapat bergerak dalam kepastian. Majulah dari yang
tidak diketahui ke yang tak diketahui. Kepastian itu mengikat, sementara
ketidak-pastian itu membebaskan.
Perhatikanlah yang tidak pasti maupun yang pasti. Bergeraklah
dalam pertanyaan-pertanyaan dan berhati-hatilah terhadap jawaban-jawaban. Peganglah
kepastian sekaligus bersikap tidak pasti. Temukanlah jawabannya sekaligus
keliru. Jawaban-jawaban menutup, pertanyaan-pertanyaan membuka. Carilah ruang
di antara pemikiran-pemikiran, ketidakpastian di antara kepastian.
Carilah yang ada tetapi carilah juga yang tidak ada. Isilah
sekaligus mengosongkan. Permulaan hanya terjadi dalam kekosongan. Kembangkanlah
kekosongan yang menerima, ketidakpastian yang memahami. Carilah yang kosong;
rangkulah perubahan. Tanpa kekosongan, takkan ada lagi yang dapat diterima
sehingga takkan ada lagi yang dapat dipelajari. Demikianlah orang bijak mengisi
semua orang tetapi kekosongan mereka tetap.
-The Tao of Being-
Plemburan, Sleman, Yogyakarta.
Hiduplah dengan Damai
Lebih baik berhenti lebih awal ketimbang mengisi terlalu
penuh. Pertajamlah terlalu banyak maka ujungnya takkan tahan. Timbunlah
kekayaan maka takkan dapat dilindungi. Berbicaralah terlalu banyak maka akan
terjadi kebingungan. Pura-pura tahu adalah provokasi. Kepastian akan diserang. Reputasi
adalah sumber fitnah.
Lebih baik tidak meluruskan yang bengkok, memperbaiki
yang rusak, mengisi yang kosong. Bentuklah kebingungan menjadi jawaban-jawaban,
maka akan ada pertanyaan lebih banyak lagi. Masalah muncul dari campur tangan. Solusi
menciptakan masalah. Cobalah memperbaiki dunia maka justru akan memburuk.
Hiduplah dengan damai. Bersikaplah yang tulus dan peduli.
Memberikan arah hanya akan menghalangi Jalan. Mengajarlah tanpa berupaya
mengubah. Beristirahatlah setelah pekerjaan hari ini selesai.
-The Tao of Being-
Rabu, 24 April 2013
Segelas Kopi
Kau tak sadar bahwa setiap kehidupan yg kau rasa pahit dan
hitam selalu ada keindahan, spt segelas kopi ini.
karena keindahan tak selalu
terlihat lewat mata spt esgelas kopi ini yg terasa indah lewat panasnya,
hitamnya dan pahitnya.
Dan kau pun tak sadar, segelas kopi yg kau telan masuk ke
dalam darahmu, membentukmu. Bukan membentukmu mjd hitam,pahit dan kelam..tp
membentukmu mjd sbentuk jiwa penuh keindahan.
Indah dalam kepahitan, indah dalam
kepanasan. indah dalam kekelaman..
Indah itu sederhana spt segelas kopi hitam.
Kamis, 18 April 2013
Kokok Ayam dan Eksistensi
Sore ini, saya duduk di kursi ruang tamu. Lalu tampaklah di
luar seekor ayam jago kate yang bertengger di pagar. Rupanya jago kate itu
sedang mencoba berkokok. Walaupun jago itu belumlah dewasa benar, ia tetap
mencoba berkokok dengan suara yang masih agak parau. Jago itu berkokok
berkali-kali dan membuat saya bertanya-tanya,”Jago itu kok berkokok
berkali-kali ada apa ya?”
Akhirnya setelah saya cari-cari, ketemulah jawabannya. Rupanya
jago kate itu menunggu respon/balasan suara kokokan dari jago lain. Jago itu
akan terus berkokok sampai ada balasan dari ayam jago lain. Meski suara
kokoknya masih belum jelas benar, jago kate itu tetap bersuara hanya untuk
memaklumkan dirinya lewat suara kokoknya.
Setidaknya itulah yang saya pikirkan selama melihat ayam
jago kate itu terus berkokok. Lalu dari perilaku ayam jago itu pun dalam benak
saya berpikir. Barangkali, untuk menunjukkan suatu eksistensi memang diperlukan
aksi; aksi pun bukan sembarangan dilakukan apalagi sekedar sensasi yang tak
berarti. Kadang banyak orang menginginkan eksistensinya diakui, lalu berusaha
dengan berbagai cara supaya tercapailah keinginannya. Sayangnya, tak sedikit
yang salah mengambil pilihan untuk pengakuan eksistensi. Berbuat aksi hanya
penuh dengan sensasi yang “dalam”nya tak berisi. Maka haruslah dipiliah aksi
yang memang memiliki prestasi, bukan asal-asalan. Lebih singkatnya, dari aksi
muncullah sebuah prestasi; dari prestasi inilah yang akan memaklumkan
eksistensi.
Maka dari itu, marilah kita teliti dan cermat dalam memilih
keputusan untuk aksi kita. Bukan untuk mengejar sensasi, tetapi kejarlah
prestasi maka suatu tempat akan kita dapatkan, yaitu eksistensi.
Selasa, 16 April 2013
Jati Diri yang Hilang
Ketika sedang asik mantengin TL di twitter, muncullah sebuah
twit yang memancing pemikiran saya. Twit itu berisi infomarsi orang hilang,
seorang mahasiswi dengan ciri-cirinya. Sepertinya memang info org hilang pada
lumrahnya, namun bagi saya twit itu membuat bertanya-tanya dan merenungkan arti
“hilang”
Menurut KBBI yg saya punyai, makna kata “hilang” adalah
tidak ada lagi; lenyap; tdk kelihatan; tdk ada. Saya pun berpikir lagi, kalo
mmg arti hilang itu spt itu, apakah yg “hilang” itu bisa muncul lagi? Atau selamanya
sudah tak akan ada lagi? Hmm..
Kalo uang atau barang yg hilang sih bisa dicari dan
kemungkinan mmg bisa ketemu. Lha kalo yg hilang itu jati diri atau jiwanya yg
hilang apakah masih mungkin diketemukan? Saya rasa bisa, hanya tak semudah
mencari barang atau uang yg hilang. Lalu bagaimana cara utk mendapatkan kembali
jati diri yg hilang itu?
Menurut saya, caranya adalah berdamai dg diri sendiri.
Yg tau siapa diri kita itu ya kita sendiri dan cara utk menemukan diri kita ya
dengan bertanya pada diri sendiri. Pasti akan muncul percakapan timbal balik
dalam diri kita jika kita mau bertanya pada diri kita sendiri. Dan yg
terpenting juga adalah memohon bantuan Tuhan utk menolong kita. Tuhan itu maha
baik kok. Dan ia juga akan membantu kita jika kita memintanya dengan baik pula.
Jadi, jangan takut untuk minta bantuna pd Tuhan. Asalkan kita mau mendengarkan
suara hati kita, Tuhan pasti akan memberikan suaraNya lewat suara hati kita.
Semoga pengalaman “hilang” yg pernah kita alami semakin
mendewasakan iman dan pikiran kita dalam memaknai hidup ini. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)