Kamis, 18 April 2013

Kokok Ayam dan Eksistensi



Sore ini, saya duduk di kursi ruang tamu. Lalu tampaklah di luar seekor ayam jago kate yang bertengger di pagar. Rupanya jago kate itu sedang mencoba berkokok. Walaupun jago itu belumlah dewasa benar, ia tetap mencoba berkokok dengan suara yang masih agak parau. Jago itu berkokok berkali-kali dan membuat saya bertanya-tanya,”Jago itu kok berkokok berkali-kali ada apa ya?” 

Akhirnya setelah saya cari-cari, ketemulah jawabannya. Rupanya jago kate itu menunggu respon/balasan suara kokokan dari jago lain. Jago itu akan terus berkokok sampai ada balasan dari ayam jago lain. Meski suara kokoknya masih belum jelas benar, jago kate itu tetap bersuara hanya untuk memaklumkan dirinya lewat suara kokoknya.

Setidaknya itulah yang saya pikirkan selama melihat ayam jago kate itu terus berkokok. Lalu dari perilaku ayam jago itu pun dalam benak saya berpikir. Barangkali, untuk menunjukkan suatu eksistensi memang diperlukan aksi; aksi pun bukan sembarangan dilakukan apalagi sekedar sensasi yang tak berarti. Kadang banyak orang menginginkan eksistensinya diakui, lalu berusaha dengan berbagai cara supaya tercapailah keinginannya. Sayangnya, tak sedikit yang salah mengambil pilihan untuk pengakuan eksistensi. Berbuat aksi hanya penuh dengan sensasi yang “dalam”nya tak berisi. Maka haruslah dipiliah aksi yang memang memiliki prestasi, bukan asal-asalan. Lebih singkatnya, dari aksi muncullah sebuah prestasi; dari prestasi inilah yang akan memaklumkan eksistensi. 

Maka dari itu, marilah kita teliti dan cermat dalam memilih keputusan untuk aksi kita. Bukan untuk mengejar sensasi, tetapi kejarlah prestasi maka suatu tempat akan kita dapatkan, yaitu eksistensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar