Rabu, 05 Desember 2012

Corat-Coret


Begitu banyak anugerah hidup yang sebenarnya mampir kepadaku. Mulai dari anugerah yang terkecil sampai yang terbesar pun ada dan beragam bentuknya. Hanya saja, aku kurang peka untuk melihat dan merasakannya. Apakah ini disebut tak tau terima kasih atau itu hanya pembelaanku terhadap kelimpahan hidup? Aku belum tau.

Dan kenapa juga hidupku bisa seperti ini?setidaknya kenapa aku bisa terdampar sampai di sini. Panjang memang untuk diceritakan, namun aku percaya pasti ada Tuhan di dalamnya yang kadang tidak aku sadari di manakah Dia berada. Pertanyaan yang selalu muncul di benakku adalah, kenapa aku bisa begini?dan seringkali aku mengalami kesulitan untuk mencernanya, apalagi menemukan jawabannya.

Bermula dari keinginanku yang sebenarnya sederhana, kuliah di psikologi. Keinginan yang mengantarkan aku berkelana jauh dan sering tersesat lalu kembali ke jalan yang sedikit benar, tersesat lagi dan kini aku tak tahu di mana aku sedang berhenti. Apa iya Tuhan itu maha pemberi, apa iya Tuhan itu akan memberikan apa yang diminta hambaNya? Pertanyaan naïf dan bodoh. Apa gunanya aku selalu meminta tapi tak pernah ada yang terjadi? Menyesali? Atau malah mengutuk? Ah hidup memang penuh dengan pertanyaan, tak bisakah aku tak bertanya lalu cukup menjalani saja hidupku ini? Barangkali hidup akan menjadi lebih sederhana jika tak ada pertanyaan yang aku ajukan untuk hidup ini. Mungkin. -to be continued...

Sabtu, 24 November 2012

Buta


Tak terhitung waktu sejak engkau ada.
Terbuka lalu kau pun bisa membaca.
Ketika malam akhirnya tiba,
engkau masih saja duduk terjaga.

Selepas tengah malam, angin mulai terasa.
Lalu kau pun berkata,"Aku butuh dia."
Kau cari di sela kertas yang baru saja kau baca.
Tak ada.

Setelah satu jam terlewat dengan percuma,
selimut yang dicarinya datang.
Bercorak kotak diselingi gambar wayang.
Ia mulai senang.

Berpelukanlah mereka.
Saling bercumbu dalam gelap membisu.
Mereka lupa.
Buta.


Jumat, 23 November 2012

Laron: Berjuang untuk Terbang



Hujan datang lagi. Kali ini datang bersama berpuluh-puluh kawan: Laron. Mereka saling berebut untuk menggapai lampu seolah di sanalah ada garis akhirnya. Tak peduli mereka harus terbang begitu tinggi, mungkin ada kebahagiaan ketika akhirnya sampai menyentuh lampu atau malah kesakitan? Ah, saya tak begitu tahu apa yang mereka cari. Hanya perjuangan mereka yang menyentuh perasaan dan pikiran saya.

Sayap mereka ada empat, tipis dan juga lembut, sementara badan mereka, wuiih menggembung dan pasti berat untuk ukuran serangga seperti mereka (laron itu sebangsa serangga kan ya?). Mereka terbang dengan menahan berat badannya dan itulah perjuangan. Ketika akhirnya mereka sampai meraih lampu, yang saya dapati adalah beberapa dari mereka mengalami penderitaan: patah sayap, lalu akhirnya jatuh ke lantai dan belum mati. Mereka hanya berjalan dan entah apa yang mereka cari: sarangnya?sayapnya?makan?atau kematian? Saya belum tahu. Tapi itulah mereka. Dengan sekuat tenaga mereka terbang, menikmati kebebasan dari kurungan tanah, pelan-pelan sayap mereka patah, lalu jatuh dan akhirnya hanya bisa berjalan, kembali ke tanah. Dan esok pagi mereka akan bergeletakan di jalan, terkapar dalam kematian.

Terima kasih, Laron. Kalian telah mengajarkan tentang arti perjuangan. Tak perlu mencari alasan bertele-tele untuk berjuang. Ketika yakin dengan suara hati, maka selanjutnya adalah berjuang. Berjuang dengan segala kondisi yang menyertai. Terbukti, laron dengan kelebihan berat badannya mampu terbang bahkan bertahan dalam kesakitan. Itu mereka lakukan karena mereka mampu berjuang. Maka, jangan kalah dengan apapun keadaan. Jika keyakinan masih ada, itulah kesempatan untuk berjuang.

Laron, andai kita bisa berbicara :)